Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2019

Selamat Merefleksikan Hari Pendidikan Nasional

Setiap tanggal 2 Mei, diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional. HARI ini NARASI tentang Hardiknas hampir seragam di lini masa "Dijadikan momentum untuk bersama menguatkan pendidikan dan memajukan kebudayaan Indonesia" Kemudian saya ingin bertanya "Menguatkan pendidikan dari segi apa? Dari segi nalar berpikir kah? Aspek moral kah atau pola laku kah yg mencerminkan kaum terdidik? Barangkali hanya jadi wacana "Setiap orang menjadi guru dan setiap rumah menjadi sekolah" Kalau setiap hari kita kerjanya terus 'berkelahi', saling tuduh dan saling hina sesama, hanya karena beda pandangan. Hakikat pendidikan tentang memanusiakan manusia menjadi kata-kata usang bagi kaum millenial dalam hidup bermedia sosial. Kalau kerjanya hanya saling hujat dan menyuburkan ujaran kebencian. Mungkin, hidup guyub menjadi sesuatu yang mahal hari ini di tengah kondisi negeri yang kian memanas. Satu harapan besar saya di hari yang bersejarah ini: "Si

Ada yang Tak Pernah Padam

Yang menjadi mahasiswa, akan ada usainya. Mungkin setelah lulus, kampus yang ia banggakan hanya tinggal almamater dan namanya saja. Yang menjadi anak muda, akan tiba di masa tua. Fisiknya kian melemah, pikirannya semakin rumit dan gerak langkahnya menjadi sempit. Yang menjadi aktivis di organisasi, akan ada habisnya. Menjadi pasif lalu berada pada titik vakum of power dalam individu atau komunalnya. Namun dari semua identitas dan entitas tadi, ada yang tak pernah hilang dan padam dalam ruang dan waktu. Tetap melekat identitas itu sepanjang hayat sampai kelak di akhirat. Yakni identitas kita sebagai hamba Allah. Yang diberi tugas hanya untuk mengabdi kepada-Nya. Yang dilantik berperan sebagai pemimpin yang 'Down to earth' demi memakmurkan bumi melalui ayat-ayat-Nya. Dan dititipi amanah untuk 'merawat' dan mengamalkan nilai-nilai Islam dalam diri, keluarga dan lingkup yang jauh lebih besar dalam hidup berbangsa dan bernegara. Setiap menginjakkan kaki di

Meresapi Syair Imam Syafi'i

Pernah nggak sih kalian kesel banget sama orang lain? Saat hidup lagi jengkel, nggak suka bahkan sampe benci sama seseorang itu rasanya tak ada satu kebaikan yang terlihat darinya. Nggak ada benernya sama sekali. Iya kan? Coba kita ingat syair Imam Syafi'i: وَعَينُ الرِضا عَن كُلِّ عَيبٍ كَليلَةٌ وَلَكِنَّ عَينَ السُخطِ تُبدي المَساوِيا Mata yang simpati menutupi segala cela Mata yang benci melihat semua nista. Hal-hal kecil di dunia saja kalau sudah jengkel, seperti nggak ada benarnya. Seperti diri sendiri yang paling bener. Apalagi kehidupan yg lebih besar dalam berbangsa dan bernegara? Misalkan hari ini kalau sudah suka dengan Jokowi atau Prabowo, tak terlihat cela mereka. Kalau sudah benci tak selamat keduanya dari lisan yg menista. Bagi Saya, kalau suka sesuatu itu jangan terlalu subyektif. Lebih bijak dan utamakan menilai secara objektif. Semoga isi kepala dan mata hati kita kian terbuka. Berpikir adil sejak dalam pikiran. Bersikap bijak dalam menila

Di Balik Kedai Kopi

Setiap penulis akan menemukan pembacanya, setiap kopi akan menemukan penikmatnya dan setiap kedai kopi akan menemukan pengunjungnya. Barangkali Saya adalah salah satu pengunjung yang beruntung pada waktu itu. Setelah 30 menit menunggu, sembari membaca buku Pejalan Anarki @djeladjah. Salah seorang perempuan yang saya tunggu akhirnya datang dan menyapa. "Kang, mau kopi apa? sok pesen aja" tawaran Ibu Dwi sang pemilik kedai @sundalandcoffee "Kopi apa aja Bu, yang penting manis. Karena hidup sudah terlalu pahit dijalani" jawabku naif sedikit memecah suasana. 😅 Kalau ada orang yang paling bersyukur pada waktu itu, diantaranya adalah diri Saya. Karena meskipun menjadi orang kecil namun sering dipertemukan oleh Allah dengan orang-orang besar tapi tetap bersikap sederhana. Awalnya Saya hanya bertugas mengantar berkas SPK yang harus ditandatangani direktur. Lalu biasanya segera pulang untuk diantarkan kepada para pihak yang diajak kerja sama. Namun, malam i

Merawat Ingatan

Betapa bahagianya kita, ketika mengingat masa-masa kecil. Betapa menggemaskan kita, ketika membayangkan wajah kita waktu kecil dulu. Betapa cerianya kita, ketika waktu kecil yg dipikirkan hanyalah bermain. Lepas tanpa beban. Betapa harunya kita, ketika kita sadar orang-orang tersayang yg dahulu turut merawat dan mengasuh kita kini sudah mendahului kita. Di foto ini, Saya ingin cerita sedikit tentang segala hal yang membuat bibir Saya tersenyum, mata berkaca-kaca dan hati bersyukur kpd Allah. Yang paling kiri pakai kaos berkerah orange, dia adalah cucu kesayangan. Biasa dipanggil Oye (Bahasa Jawa: Tole). Sebenarnya nama lengkapnya @imamnasrudin_ Tapi karena waktu kecil dia cadel. Makanya dipanggil Oye. Si Oye ini waktu kecil terlihat lucu menggemaskan. Badannya gemuk berisi. Pipinya tembem karena rajin minum susu dan makan yang bergizi. Rambutnya hitam karena kalau mandi sering pakai shampo yang sachetan. Nah, kalau yang paling kanan, pakai kaos garis2 biru itu juga u

Menyeduh Kopi Bahagia

Setiap orang akan menyeduh kesedihan dan kebahagiannya di secangkir teh atau kopi dan meminum air matanya sendiri -Joko Pinurbo Barangkali malam ini Saya belajar tentang bagaimana menyeduh kebahagiaan. Nyatanya cukup sederhana. Kami coba menyeduh kebahagiaan lewat kopi dan obrolan receh yang berujung gelak tawa. Rencana awal mah ingin diskusi bareng temen-temen perihal bagaimana menyelesaikan tugas jurnal pendidikan dan tesis. Tapi yang dibahas malah melebar masalah bagaimana menyikapi body shaming waktu kecil atau bahkan mentertawakan teman karena ketidaklucuannya. Asyeli garing tapi sukak. 😂 Ya begitulah hidup. Terkadang ekspektasi tidak sejalan dengan realita. Jangan terlalu kecewa dan jangan mengulangi kesalahan yang sama. Karena kesalahan lain masih ada. Begitu ujar #Nurhadialdo2019 😅 Semoga kita bisa 'Ngopi' bareng lagi di lain kesempatan. Kita coba lagi produksi gagasan menjadi perubahan. Tabik! 🙏 Cipadung, 29 Januari 2019 AAN RIDWAN #sajak #ko

Jalan Pulang

Pada suatu sore, Saya berdiri di pinggir jalan yang berlatarkan senja. Bagi Saya, setiap senja selalu menghadirkan makna. Tak jarang menemukan makna tentang kepergian yang begitu dramatis, hingga hati seakan teriris. Terkadang pula menemukan makna tentang rindu, hati menjadi sendu karena tak kunjung bertemu. Atau bahkan menemukan makna tentang bahagia, mensyukuri karya langit terindah oleh Sang Pencipta. Semua makna tergantung bagaimana sudut pandangnya. Ada yang memandang senja itu metafora, karena segala hal yang indah di dunia ini adalah fana. Ada yang memandang senja itu warna. Terkadang merah merekah seakan bahagia. Ada yang memandang senja itu kisah. Perjalanan rasa seseorang yang dadanya tabah karena ditinggal menikah. 😅 Tapi bagiku, senja itu jalan pulang. Mengingatkan kita bahwa hidup yang kita tempuh. Sejauh apapun kaki melangkah, sejatinya akan ada habisnya dan ada ujungnya. Yakni jalan pulang kembali kepada-Nya. 🙏 AAN RIDWAN #30haribercerita

Menyampaikan Pesan

Menjadi seorang freelancer itu harus pandai-pandai memanfaatkan peluang. Kadang Saya menjadi tukang kurir, pengajar privat atau bahkan tukang bersih-bersih di suatu kosan. Pagi kadang nganggur, siang dapat tawaran job, sorenya ada jadwal ngajar privat dan malam harinya biasanya kembali santai menjadi manusia merdeka. Kadang Saya main hajar aja. Saya pikir, selagi masih muda sebisa mungkin mengisi hidup dengan hal-hal yang produktif. Selama pekerjaan itu halal bagi Allah, Saya hajar aja. Saya eksekusi aja. Kemarin, ceritanya Saya sempat dibuat sibuk. Pagi hari ada pekerjaan bersih-bersih kosan. Sore hari ada jadwal mengajar privat di Bandung. Selepas magrib ada tawaran job mengantar berkas ke Cimahi. Dan malam itu juga harus dikirim berkasnya ke Jakarta. Kalau di posisi seperti itu Saya sempat berpikir santai. Tidak cepat ambil keputusan. Mungkin peluang-peluang yang lain akan hilang. Kalau waktu itu, Saya punya pikiran menunda di esok harinya. Mungkin ceritanya tidak s

TENTANG LARI PAGI

"Kamu mah ga lari, tapi update" komentar salah satu teman saat melihat update story whatsApp Saya pagi ini. "Biarin weh" jawabku dengan  simpel  Mungkin maksudnya dia hanya bercanda. Tapi kalau dipikir-pikir. Ada benernya juga, sih. Itu sah-sah saja. Sebagai netizen memang bebas nyinyir. :) Setiap komentar, mungkin punya alasan. Entah alasan hanya bercanda. Atau memang punya tujuan tertentu. Saya mah, suka dua-duanya. Artinya sejauh ini hidup Saya tidak sendirian dan masih dipedulikan. :') Terkadang kita bisa belajar dari hal-hal sederahana. Misal seperti cerita lari tadi. Awalnya mungkin bercanda. Tapi kalau mau dipikir kembali. Sebenarnya itu mengingatkan siapa saja yang kebiasaan jarang lari, sekalinya lari malah sibuk update di media sosial.  Oke, ga ada yang salah koq. Semua punya madzhab masing-masing dalam bermedia sosial. Mungkin ada yang madzhabnya "media sosial al-pameri" Semua aktivitas kehidupan di dunia n