Yang menjadi mahasiswa, akan ada usainya. Mungkin setelah lulus, kampus yang ia banggakan hanya tinggal almamater dan namanya saja.
Yang menjadi anak muda, akan tiba di masa tua. Fisiknya kian melemah, pikirannya semakin rumit dan gerak langkahnya menjadi sempit.
Yang menjadi aktivis di organisasi, akan ada habisnya. Menjadi pasif lalu berada pada titik vakum of power dalam individu atau komunalnya.
Namun dari semua identitas dan entitas tadi, ada yang tak pernah hilang dan padam dalam ruang dan waktu. Tetap melekat identitas itu sepanjang hayat sampai kelak di akhirat.
Yakni identitas kita sebagai hamba Allah. Yang diberi tugas hanya untuk mengabdi kepada-Nya.
Yang dilantik berperan sebagai pemimpin yang 'Down to earth' demi memakmurkan bumi melalui ayat-ayat-Nya.
Dan dititipi amanah untuk 'merawat' dan mengamalkan nilai-nilai Islam dalam diri, keluarga dan lingkup yang jauh lebih besar dalam hidup berbangsa dan bernegara.
Setiap menginjakkan kaki di kampus terbaik ini, Saya jadi teringat tokoh Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) yang akrab disapa Bang Imad.
Sebagai staf pengajar ITB, Bang Imad menjalankan tiga peran sekaligus. Yaitu, sebagai dosen mata kuliah sistem tenaga listrik, dosen mata kuliah dasar umum (MKDU) Agama, juga pimpinan Masjid Salman ITB.
Bang Imad pernah menyebutkan bagaimana dia menempatkan dirinya. “Saya insinyur teknik elektro. Profesi saya adalah dosen. Misi saya adalah Islam,” kata Bang Imad semasa hidupnya.
Meskipun raganya sudah di kubur di dalam tanah, namun kiprah perjuangan dan karyanya akan tetap hidup untuk dijadikan refleksi generasi selanjutnya.
"Barangsiapa yang mengenal identitas dirinya, maka sungguh ia telah mengenal Rabbnya" (Yahya bin Muadz Ar Razi)
Tabik 🙏
AAN RIDWAN
Komentar
Posting Komentar