Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari November, 2018

1 Dekade IKAMATRA berdiri, Masih Ingatkah Dirimu?

Kemarin, ada notif yang menarik dan berbeda dari grup WhatsApp Alumni IKAMATRA (Ikatan Keluarga Mahasiswa Sumatera) begini isinya: "Kadang Ikamatra hanya organisasi daerah semata. Kadang dianggap tak bermakna. Bahkan yang parah, kadang dianggap sebagai beban dan tak berguna. Tapi bagiku, Ikamatra itu keluarga. Dengan segenap keberagaman orang-orangnya. Ikamatra itu sangat bermakna dengan segala kejadian-kejadian yang ada. Semoga kedepannya Ikamatra tetap ada. Karena kita butuh Ikamatra. Semoga 10 tahun ini menjadikan Ikamatra lebih baik dan baik lagi. Selamat milad keluargaku. (22 November 2008-22 November 2018)" Menurut pandangan Saya, sebagai salah satu alumni dan bagian dari keluarga di dalamnya, kata-kata itu sederhana tapi mampu menusuk dan mengingatkan Saya khususnya, untuk turut merenungkan dan memikirkan. Saya akan coba bedah kata demi kata. Kalimat demi kalimat. Hingga apasih maksud dan tujuan dari tulisan itu. Kadang IKAMATRA Hanya Org

Ketika Hati Ingin Bersuara

Ketika hati ingin bersuara, namun pikiran terbelenggu oleh kepenting pribadi, paling jauh untuk keluarga. Anak-anak yang lucu, pasangan hidup yang nyaman, ayah dan ibu yang serba mencukupkan. Ketika hati ingin bersuara, namun hawa nafsu sering menang menari-nari di atas dosa durjana yang kita sembunyikan. Ketika hati ingin bersura, tapi isi kepala lebih berontak. Mampus! Hatimu kalah lagi. Jatuh tersungkur. Babak belur. Dan terseok-seok mencari kebenaran. Nyatanya, hidup memang sepicik ini. Kita merasa MEMILIKI SEMUA. Potensi badan,  jiwa, dan pikiran seakan ada dengan sendirinya lalu tinggal pake saja. Semua fasilitas hidup hari ini yang kita NIKMATI. Seakan-akan hanya jerih payah tangan kita yang mengusahakannya. Ingin hidup senaknya. Bebas tanpa batas. Hingga barulah kita tersadar saat ditimpa beban yang begitu berat. Ujian menghantam kita bertubi-tubi. Apa-apa yang kita CINTAI diambil oleh-Nya. Kemudian dengan piciknya, manusia berkata "Tuhan tidak adil! Duni

Ayo, Bangun Bung!

Selamat pagi, Bung! Meskipun langit Bandung akhir-akhir ini tampak mendung, apakah itu representasi hatimu saat ini? Yang tahu persis hanya hatimu sendiri, Bung! Netizen boleh berasumsi dan nyinyir seenaknya. 😂 Yang jelas hidup terus bergerak. Yang pasti arah jarum jam tidak pernah mundur. Terus, mau sampai kapan kamu hidup dipikiran orang lain? Kalau hidup terus tergerus dan didominansi pihak lain, bagaimana kamu bisa menikmati kemerdekaan dalam hidup? Ayolah, Bung! Coba berpikir merdeka. Dunia semakin kejam. Tercabik-cabik oleh luka pergaulan global yang kian tampak arah kehancurannnya. Kalau hidupmu hanya memikirkan hatimu sendiri, dirimu sendiri dan tentang segala hal yang ideal. Kapan kita mau menafkahkan diri dan jiwa kita untuk tujuan hidup yang lebih besar. Perihal kepentingan Ummat Islam,  Bangsa dan Negara? Oh ya, mungkin kata-kata itu terlalu 'melangit'. Menurutku, tak mengapa. Asalkan tindakan kita dan sikap kita tetap membumi. Manusia adalah mak