Langsung ke konten utama

Di Balik Kedai Kopi



Setiap penulis akan menemukan pembacanya, setiap kopi akan menemukan penikmatnya dan setiap kedai kopi akan menemukan pengunjungnya.

Barangkali Saya adalah salah satu pengunjung yang beruntung pada waktu itu. Setelah 30 menit menunggu, sembari membaca buku Pejalan Anarki @djeladjah. Salah seorang perempuan yang saya tunggu akhirnya datang dan menyapa.

"Kang, mau kopi apa? sok pesen aja" tawaran Ibu Dwi sang pemilik kedai @sundalandcoffee

"Kopi apa aja Bu, yang penting manis. Karena hidup sudah terlalu pahit dijalani" jawabku naif sedikit memecah suasana. 😅

Kalau ada orang yang paling bersyukur pada waktu itu, diantaranya adalah diri Saya. Karena meskipun menjadi orang kecil namun sering dipertemukan oleh Allah dengan orang-orang besar tapi tetap bersikap sederhana.

Awalnya Saya hanya bertugas mengantar berkas SPK yang harus ditandatangani direktur. Lalu biasanya segera pulang untuk diantarkan kepada para pihak yang diajak kerja sama.

Namun, malam itu kali pertama Saya bisa bekerja sembari membaca buku, menikmati kopi dan mendapatkan pelajaran berharga "Sebagus apapun bukunya, senikmat apapun kopinya, atau senyaman apapun kedainya. Akan jauh lebih bermakna orang-orang di dalamnya yang mengamalkan nilai apa yang telah dibaca ataupun filosofi kopi dalam kehidupan nyata".

Bahwa di dalam kedai kopi, kita tidak diajarkan menjadi individu yang apatis, netizen yg narsis ataupun menjadi seolah-olah penikmat kopi dengan quote-quote luar biasa.

Tapi, bagi Saya, kita diajarkan untuk hidup guyub rukun, saling bertukar gagasan dan lebih peduli pada kehidupan sekitar. Kemudian tetap berada di titik terendah meskipun berada di titik tertinggi dalam hidupnya. Kata Bung Fiersa Besari.

Terima kasih perjumpaan berharga di kedai @sundalandcoffee bersama orang-orang baik di dalamya.

Semoga usaha kopinya semakin berkembang dan berkah. Panjang umur silaturahmi! 🙏

Aan Ridwan

Komentar

Postingan populer dari blog ini

1 Dekade IKAMATRA berdiri, Masih Ingatkah Dirimu?

Kemarin, ada notif yang menarik dan berbeda dari grup WhatsApp Alumni IKAMATRA (Ikatan Keluarga Mahasiswa Sumatera) begini isinya: "Kadang Ikamatra hanya organisasi daerah semata. Kadang dianggap tak bermakna. Bahkan yang parah, kadang dianggap sebagai beban dan tak berguna. Tapi bagiku, Ikamatra itu keluarga. Dengan segenap keberagaman orang-orangnya. Ikamatra itu sangat bermakna dengan segala kejadian-kejadian yang ada. Semoga kedepannya Ikamatra tetap ada. Karena kita butuh Ikamatra. Semoga 10 tahun ini menjadikan Ikamatra lebih baik dan baik lagi. Selamat milad keluargaku. (22 November 2008-22 November 2018)" Menurut pandangan Saya, sebagai salah satu alumni dan bagian dari keluarga di dalamnya, kata-kata itu sederhana tapi mampu menusuk dan mengingatkan Saya khususnya, untuk turut merenungkan dan memikirkan. Saya akan coba bedah kata demi kata. Kalimat demi kalimat. Hingga apasih maksud dan tujuan dari tulisan itu. Kadang IKAMATRA Hanya Org...

About Me

Aan Ridwan , lahir di Lampung, 15 Januari 1993. Menyelesaikan pendidikan Dasar di MIN (Madrasah Ibtidaiyah Negeri) Tegal Mukti, Way Kanan tahun 2005. Menamatkan pendidikan menengah pertama di Madrasah Tsanawiyah Nurul Huda Tegal Mukti, Way Kanan pada tahun 2008. Lalu menamatkan pendidikan menengah atas di Madrasah yang sama,pada tahun 2011. Kemudian sekarang sedang menempuh program studi S1 di salah satu Perguruan Tinggi Negeri di Bandung yakni di UIN Sunan Gunung Djati Bandung. Dengan mengambil jurusan Manajemen Pendidikan Islam (MPI) Fakultas Tarbiyah dan Keguruan. Aktif sebagai mahasiswa dan di Organisasi Daerah Mahasiswa (OMDA) asal Sumatera, yaitu Ikatan Mahasiswa Sumatera (IKAMATRA) KBM UIN SGD Bandung. Selain menjadi mahasiswa Ia juga belajar sambil berwirausaha. Sedang menggeluti bisnis online yakni memiliki onlinestore @ans_jersey dan bekerja sebagai drafter dan surveyor di CV.Tatabumi Indonesia (tatabumi.com) Kontak dan informasi lebih lanjut dapat melalui: Phone...

Selamat Merefleksikan Hari Pendidikan Nasional

Setiap tanggal 2 Mei, diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional. HARI ini NARASI tentang Hardiknas hampir seragam di lini masa "Dijadikan momentum untuk bersama menguatkan pendidikan dan memajukan kebudayaan Indonesia" Kemudian saya ingin bertanya "Menguatkan pendidikan dari segi apa? Dari segi nalar berpikir kah? Aspek moral kah atau pola laku kah yg mencerminkan kaum terdidik? Barangkali hanya jadi wacana "Setiap orang menjadi guru dan setiap rumah menjadi sekolah" Kalau setiap hari kita kerjanya terus 'berkelahi', saling tuduh dan saling hina sesama, hanya karena beda pandangan. Hakikat pendidikan tentang memanusiakan manusia menjadi kata-kata usang bagi kaum millenial dalam hidup bermedia sosial. Kalau kerjanya hanya saling hujat dan menyuburkan ujaran kebencian. Mungkin, hidup guyub menjadi sesuatu yang mahal hari ini di tengah kondisi negeri yang kian memanas. Satu harapan besar saya di hari yang bersejarah ini: "Si...