Setiap umat beragama pasti memiliki cerita dan kultur tersendiri tentang perayaan Tahun baru agamanya. Saat ini yang sedang hangat adalah momentum Tahun Baru bagi umat Islam, 1 Muharam 1439 Hijriah jatuh pada tanggal 21 September 2017 dalam penanggalan Masehi. Alhamdulillah juga, hari ini tanggal merah ya, dan kita bisa menikmati libur hari ini.
Bagi umat Islam ada beragam budaya dan keunikan dalam rangka merayakan Tahun Baru Islam. Misalkan salah satunya sewaktu Saya kecil dulu, kalau datang bulan Syuro (Bahasa jawanya bulan Muharam) selalu mengadakan kegiatan rutinan yang disebut "TAKIRAN" di Masjid.
Apasih Takiran itu? secara subtansi Takiran bagi Saya adalah wujud rasa syukur yang tidak berhenti hanya di ucapan saja, tapi lebih realistis dalam aksi nyata. Karena takiran merupakan budaya menggerakkan masyarakat Islam khususnya suku Jawa untuk bersama-sama menuangkan ide, pikiran dan aksi nyata untuk membawa sebagian rejeki kita dalam bentuk makanan yang dibuat dan dibungkus dari beberapa helai daun pisang agar bisa menjadi wadah yang digunakan untuk makan bersama. Kemudian yang lebih penting dalam budaya takiran itu adalah adanya pengisiaan tausiyah dan ceramah agama. Ceramah yang diisi oleh seorang ustad dan kiyai tentang pemaknaan Tahun Baru Islam.
Tapi hari ini, Saya rindu akan budaya itu. Sejak merantau di Kota Bandung, jarang banget ketemu dengan budaya takiran. Padahal kan Takiran adalah moment yang tepat bagi anak kosan di akhir bulan. (hehehe) Bukan koq, beneran bukan masalah itu yang melatarbelakangi saya menuliskan pemikiran ini. :)
Nah, ketika kultur takiran tidak saya temukan hari ini, apakah saya akan kehilangan moment ini? oh tentu saja tidak boskuh. Ada 3 potensi yang telah kita miliki. 3 potensi ini yang akan menjadi modal hidup manusia untuk bisa memaknai setiap moment kehidupannya termasuk Momentum Tahun Baru Islam.
Apa saja 3 potensi itu? jangan terlalu seriuuss, dibawa sersan saja boskuh. Serius tapi santai.
Setiap makhluk yang diciptakan sang Khalik telah diberikan ketiga potensi hidup. yaitu potensi akal (Akliyah), potensi fisik (Jasmaniyah) dan potensi jiwa (Ruhiyah).
Dan yang akan menjadi pokok pembahasaan saya pada tulisan ini lebih ke arah bagaimana kita berfikir tentang momentum Tahun Baru Islam?
Potensi akliyah berfungsi sebagai alat untuk berfikir. Ada kata bijak Ketika saya berfikir disitu kita ada, dan ketika kita tidak berfikir, disitu kita dipertanyakan keberadaannya. Anda boleh setuju atau tidak yang jelas tulisan ini masih ada kelanjutannya.
Berkenaan tentang Tahun Baru Islam apa yang bisa kita fikirkan akan hal ini? Kuy, mikirnya sambil ngopi biar cair suasananya dan dapet filosofinya.
Hari ini, di umur kita yang kian senja. hehe sudah keberapa kalinya kita bertemu tahun baru Islam? Mungkin sudah berpuluh-puluh tahun ya. Itu tandanya kita masih diberikan nikmat hidup untuk bisa berfikir. Bukan hanya tentang seberapa lama dan seberapa sering kita bertemu Tahun barunya, namun mungkin yang penting bagi Saya ialah seberapa jauh perubahan kita di setiap titian waktu yang kita jalani.
Setiap orang pasti memiliki masa lalu yang kelam. Dan masa lalu itu pasti tidak mudah dilupakan. Masih sering menghantui dan membayangi. Salah satu cara efektif agar kita bangkit dari masa lalu adalah moving on kata mereka Kids Jaman Now, atau Hijrah secara islami.
Momentum Tahun Baru Islam tepat untuk kita jadikan refleksi diri untuk berpikir dan berubah.
Kalau dulu, Rasul dan sahabatnya ketika menginginkan cita-cita yang lebih besar untuk menegakkan Al-Islam maka melakukan sebuah konsep yang tepat. Yaitu konsep hijrah. Konsep hijrah zaman rasul adanya perpindahaan dari mekkah ke madinah. karena di mekah begitu tertekan dan dilawan oleh musuh-musuhnya. Tapi esensinya bukan pada pindahnya, tapi adanya niat dan spirit untuk perubahan Islam ke arah yang lebih baik dan mulia.
Nah, sedangkan untuk Kita hari ini, konsep hijrah yang bagaimana? Apakah kita harus berpindah dari negeri satu ke negeri lain? Kiranya terlalu banyak biaya, sedang bayar kontrakan bulan depan hanya sudah tiba.
Apakah dengan cara misal kita saling memanggil saudara kita, kalau laki-laki dengan sebutan akhi kalau perempuan dengan ukhti? oh ternyata artinya itu sama saja. Menurut Ust. Adi Hidayat, Lc, MA kalau sebutan akhi,ukhti,Ane Antum tidak membuat kita lebih dekat kepada Allah itu juga kurang tepat.
Konsep hijrah yang tepat tentu ada standarnya. Dan Standar terbaik bukan versi manusia, tapi versi Allah dalam Al-Qur'an sebagai manualbook hidup manusia. Yaitu ada di dalam Al-Qur'an Surah An-Nisa Ayat 100:
And whoever emigrates for the cause of Allah will find on the earth many [alternative] locations and abundance. And whoever leaves his home as an emigrant to Allah and His Messenger and then death overtakes him - his reward has already become incumbent upon Allah . And Allah is ever Forgiving and Merciful.
Artinya: Barangsiapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rezeki yang banyak. Barangsiapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dituju), maka sungguh telah tetap pahalanya di sisi Allah. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Adapun menurut hadist, menyebutkan apa itu hijrah?
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Seorang muslim adalah yang membuat orang-orang muslim yang lain selamat dari lisan dan tangannya. Adapun orang yang berhijrah adalah orang yang hijrah meninggalkan larangan-larangan Allah” (HR. Bukhari)
Kata Hijrah secara bahasa itu berarti berpindah pada keadaan yang lebih baik menurut Allah.
Baik menurut kita belum tentu baik menurut Allah. Kalau hanya berpindah ke tempat satu ke tempat yang lain, kalau keadaanya masih begitu-begitu saja, biasa-biasa saja, orang Arab biasanya menyebut Intiqal berarti berpindah. Sedang hijrah itu adanya penekananan makna pada perubahan yg lebih baik, jadi tidak harus berpindah tempat.
Menurut Al-Quran berhijrah berarti kembali pada Jalan Allah. Kembali pada Jalan Allah adalah mau memaksimalkan 3 potensi hidupnya hanya untuk totalitas pengabdian kepada-Nya. (51:56) Seluruh aktivitasnya hanya diniatkan untuk beribadah kepada-Nya (6:72) agar hidup dan Mati kita hanya lillahi Ta'ala dan mencapai kebahagiaan dunia dan keselamatan di akhirat (2:201).
Semoga Tahun Baru Islam kali ini, kita jadikan momentum untuk berubah menjadi insan yang lebih baik. Mulai dengan niat yang murni dan isilah hidup ini yg lebih berarti.
Wallahu A'lam bishawab
Komentar
Posting Komentar