Sepanjang tahun 2018, ada beberapa pencapaian sederhana yang telah Saya raih. Mulai dari pencapaian di dunia pendidikan, dunia pekerjaan, dunia perjuangan bahkan tentang mengikhlaskan hati seseorang.
Saya bukanlah orang besar. Bukan juga orang hebat. Tapi sepanjang perjalanan tahun ini, Saya sering dipertemukan dengan orang-orang besar dan hebat.
Saya setuju dengan ungkapan "Setiap tempat adalah sekolah dan setiap orang adalah guru" karena bagi Saya, kita bisa belajar dimanapun dan kepada siapapun. Tak terbatas oleh ruang-ruang kelas. Tak terhalangi oleh dinding-dinding profesi.
Mungkin bisa saja kita belajar kepada seorang tukang becak, kalau isi kepala dan seluruh jiwanya mengajarkan kita tentang bagaimana hidup dengan bajik dan bijak.
Dari hal itu, Saya ingin sedikit berbagi pencapaian yang telah Saya dapatkan. Bukan untuk menyombongkan diri. Tapi lebih ingin bercerita pada diri sendiri, sebelum ke orang lain. Bahwa ada hal-hal sederhana yang patut disyukuri dengan perasaan lapang di dada.
Karena benar adanya, ketika kita telah menulis dampaknya mampu melegakan dan membahagiakan.
Sebenarnya Saya minder, ingin menuliskan pencapaian, tapi koq sederhana. Orang lain di luar sana sudah begitu hebatnya tentang pencapaian-pencapaian besar dalam hidupnya.
Tapi, Saya jeda sejenak. Merenung diiringi berpikir. Mau sampai kapan Saya selalu membandingkan hidup sendiri dengan hidup orang lain? Apa nggak capek? Sibuk mikirin hidup orang lain, yang belum tentu orang lain mikirin hidup kita? Plak! :)
Oke deh, Saya jadi sadar. Hiduplah di pikiran sendiri. Jangan hidup di pikiran orang lain. Artinya kita fokus berbenah. Menyembuhkan yang luka. Memperbaiki yang kurang tertata. Melanjutkan yang belum usai. Jangan malah fokus pada penilaian orang-orang yang fana.
Pencapaian sederhana tahun ini yang paling bersejarah dalam hidup Saya adalah tentang "Berhasil lulus kuliah di waktu yang tepat"
Pada tanggal 20 Desember 2018 lalu, adalah hari bersejarah bagi hidup Saya. Karena berhasil lulus S1 Jurusan Manajemen Pendidikan Islam, Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, Kampus Hijau UIN Sunan Gunung Djati Bandung. Selama kurun waktu 7,5 tahun atau 15 semester.
Ya benar, Anda tidak salah dengar. Nyaris satu windu Saya kuliah S1. Begitu 'membanggakan' bukan? Karena saya adalah mahasiswa perpanjangan SK Rektor yang hampir di DO (Drop out) jika tidak lulus tahun ini. Begitu dipedulikan dan diperhatikan oleh orang nomor 1 di kampus. Sebuah apresiasi yang harus diterima dan menjadi penyulut semangat dong.
Hahaha Saya ketawa lepas. Disitu juga saya menangis lirih di dalam batin Saya.
Bagaimana tidak, ada seorang anak buruh petani berangkat merantau dari dusun pelosok di Lampung menuju Bandung pada tahun 2011. Berangkat dengan membawa tekad bulat. Lebih tepatnya NEKAT. Gimana soal bayar kuliah, biaya hidup, bayar kosan, itu mah gimana nanti aja. Gimana Allah aja.
Ketika nama Saya disebut, Aan Ridwan lulus dengan nilai baik. Bibir Saya tersenyum mengembang. Mengharu biru. Seakan tidak percaya. Dulu, sempat berpikir ketika masa error jadi mahasiswa tingkat akhir. Lebih enak kerja ketimbang bimbingan skripsi. Lebih enak main mobile legend, ketimbang menunggu berjam-jam dosen demi bimbingan. Lebih enak bersantai-santai, daripada kejar deadline revisian.
Saya pernah mengalami titik terendah dalam hidup. Bukan karena tidak bisa makan. Tapi hidup koq gini-gini amat. Hidup banyak beban, tapi seakan tidak sadar sedang memikulnya.
Tibalah Saya pada titik jenuh. Merasa tidak nyaman dengan kondisi yang membuat lalai. Lalai berpikir, asal bertindak dan dampaknya hidup seakan random. Berantakan seakan tanpa tujuan.
Kemudian barulah pada suatu waktu, ingat pesan Mamak via telpon "Le, awakmu kapan luluse? Mamak ora pernah liren do'ane awakmu ba'da shalat lima wektu, mugo-mugo gusti Allah paringi kelancaran, cepet diberesne kuliahe yo le" ujar mamak sambil terisak tangis.
Maksudnya kurang lebih menanyakan niat awal meninggalkan kaki dari rumah itu untuk apa? Untuk menuntut ilmu. Bukan untuk kerja.
Waktu itu Saya hanya bisa menjawab, insha Allah dalam waktu dekat, Mak.
Hati saya bergejolak. Pikiran Saya bingung. Mau mulai dari mana dulu untuk memperbaiki hal-hal yang belum selesai ini.
Hidup menjadi anak rantau memang harus berangkat dari pemikiran diri sendiri.
Akhirnya, Saya meluruskam niat kembali. Lebih fokus pada tujuan yang penting mendesak. Saya izin keluar kerja di salah satu perusahaan swasta tempat di mana saya dulu bekerja dan bertahan hidup.
Saya coba cari tempat tinggal yang lebih kondusif bareng beberapa temen seangkatan yang belum kelar kuliahnya. Karena sebelumnya Saya tinggal di sekretariat organisasi yang kurang kondusif.
Kami susun rencana strategi agar bimbingan kembali bersemangat. Kami ajukan ganti dosen pembimbing II yang lebih siap, mampu dan mempermudah bimbingan dari sebelumnya. Kami kejar revisian minimal seminggu 2 kali.
Kami tuntaskan beberapa syarat-syarat ujian skripsi salah satunya: Harus Lulus Tahfidz juz 30 dari lembaga tahsin & tahfidz fakultas.
Kami kejar target dengan maksimal. Kami muraja'ah bareng di kostan. Sebelum ujian tiba. Akhirnya kita lulus dengan normal. Di test seberapa jauh hafalan-hafalannya.
Alhamdulillah, qodarullah semua jalan dimudahkan bagi hambanya yang senantiasa mau memulai, mau berusaha dan mau maksimal dalam memperjuangkannya.
Ketika masa ujian skripsi (Munaqosah) kita mah pasrah saja. Kumaha Allah aja. Sebelumnya kita sudah berniat, berproses dan menentukan tujuan. Beberapa pertanyaan yang diajukan penguji I dan II dapat terjawab walaupun tidak semua benar. Tetap ada revisi setelahnya. Karena tidak ada karya ilmiah yang sempurna. Konon skripsi yang baik itu skripsi yang diselesaikan. :)
Itulah sebuah jalan sederhana yang saya tempuh. 6 bulan kurang lebih menuntaskan misi akhir. Dibarengi niat yang kuat dan lillah. Usaha yang maksimal dibarengi mental baja yang siap tahan banting, siap dipatahkan, atau seakan siap dihancurkan oleh orang-orang sekitar.
Biarpun orang berkata Saya begitu lambat, tapi Saya tidak pernah berhenti berjuang.
"Jangan berhenti ketika kita lelah. Berhentilah ketika kita sudah selesai". Begitu ujar Ustd. Edgar Hammas
Pada akhirnya, Saya bersyukur sekali. Terimakasih kepada Allah atas seluruhnya yang telah menguatkan hidup Saya di tahun 2018. Dianugerahi pencapaian-pencapaian sederhana dalam hidup.
Kalau bukan pertolongan Allah, kepada siapa lagi kita meminta bantuan-Nya. Sungguh, pencapaian ini semoga menjadi titik awal untuk melanjutkan jalan perjuangan selanjutnya. Karena sejatinya pencapaian terbesar dalam hidup manusia adalah meraih keridhaan dari-Nya. Tabik! 🙏
Bandung, 31 Desember 2018
Aan Ridwan
Saya pernah mengalami titik terendah dalam hidup. Bukan karena tidak bisa makan. Tapi hidup koq gini-gini amat. Hidup banyak beban, tapi seakan tidak sadar sedang memikulnya.
Tibalah Saya pada titik jenuh. Merasa tidak nyaman dengan kondisi yang membuat lalai. Lalai berpikir, asal bertindak dan dampaknya hidup seakan random. Berantakan seakan tanpa tujuan.
Kemudian barulah pada suatu waktu, ingat pesan Mamak via telpon "Le, awakmu kapan luluse? Mamak ora pernah liren do'ane awakmu ba'da shalat lima wektu, mugo-mugo gusti Allah paringi kelancaran, cepet diberesne kuliahe yo le" ujar mamak sambil terisak tangis.
Maksudnya kurang lebih menanyakan niat awal meninggalkan kaki dari rumah itu untuk apa? Untuk menuntut ilmu. Bukan untuk kerja.
Waktu itu Saya hanya bisa menjawab, insha Allah dalam waktu dekat, Mak.
Hati saya bergejolak. Pikiran Saya bingung. Mau mulai dari mana dulu untuk memperbaiki hal-hal yang belum selesai ini.
Hidup menjadi anak rantau memang harus berangkat dari pemikiran diri sendiri.
Akhirnya, Saya meluruskam niat kembali. Lebih fokus pada tujuan yang penting mendesak. Saya izin keluar kerja di salah satu perusahaan swasta tempat di mana saya dulu bekerja dan bertahan hidup.
Saya coba cari tempat tinggal yang lebih kondusif bareng beberapa temen seangkatan yang belum kelar kuliahnya. Karena sebelumnya Saya tinggal di sekretariat organisasi yang kurang kondusif.
Kami susun rencana strategi agar bimbingan kembali bersemangat. Kami ajukan ganti dosen pembimbing II yang lebih siap, mampu dan mempermudah bimbingan dari sebelumnya. Kami kejar revisian minimal seminggu 2 kali.
Kami tuntaskan beberapa syarat-syarat ujian skripsi salah satunya: Harus Lulus Tahfidz juz 30 dari lembaga tahsin & tahfidz fakultas.
Kami kejar target dengan maksimal. Kami muraja'ah bareng di kostan. Sebelum ujian tiba. Akhirnya kita lulus dengan normal. Di test seberapa jauh hafalan-hafalannya.
Alhamdulillah, qodarullah semua jalan dimudahkan bagi hambanya yang senantiasa mau memulai, mau berusaha dan mau maksimal dalam memperjuangkannya.
Ketika masa ujian skripsi (Munaqosah) kita mah pasrah saja. Kumaha Allah aja. Sebelumnya kita sudah berniat, berproses dan menentukan tujuan. Beberapa pertanyaan yang diajukan penguji I dan II dapat terjawab walaupun tidak semua benar. Tetap ada revisi setelahnya. Karena tidak ada karya ilmiah yang sempurna. Konon skripsi yang baik itu skripsi yang diselesaikan. :)
Itulah sebuah jalan sederhana yang saya tempuh. 6 bulan kurang lebih menuntaskan misi akhir. Dibarengi niat yang kuat dan lillah. Usaha yang maksimal dibarengi mental baja yang siap tahan banting, siap dipatahkan, atau seakan siap dihancurkan oleh orang-orang sekitar.
Biarpun orang berkata Saya begitu lambat, tapi Saya tidak pernah berhenti berjuang.
"Jangan berhenti ketika kita lelah. Berhentilah ketika kita sudah selesai". Begitu ujar Ustd. Edgar Hammas
Pada akhirnya, Saya bersyukur sekali. Terimakasih kepada Allah atas seluruhnya yang telah menguatkan hidup Saya di tahun 2018. Dianugerahi pencapaian-pencapaian sederhana dalam hidup.
Kalau bukan pertolongan Allah, kepada siapa lagi kita meminta bantuan-Nya. Sungguh, pencapaian ini semoga menjadi titik awal untuk melanjutkan jalan perjuangan selanjutnya. Karena sejatinya pencapaian terbesar dalam hidup manusia adalah meraih keridhaan dari-Nya. Tabik! 🙏
Bandung, 31 Desember 2018
Aan Ridwan
Mantap bang, selamat menempuh hidup baru..
BalasHapusSemangat baru harapan baru. Nuhun brader bersama saling menguatkan ketika lemah. Mengingatkan disaat lengah! 😎
Hapusselamat aan barakallah
BalasHapusHatur nuhun Bu Guru Teladan. Semoga keberkahan menyelimuti mereka yang berkiprah di dunia pendidikan. Salam hangat 😃
Hapus