Beli Alpukat Di Pasar Suci
Jangan Lupa Senyum Manisnya
Kuucapkan Selamat Hari Kartini
Maju Terus Perempuan-perempuan Indonesia! :)
Selalu ada nuansa lain di bulan April.
Berbagai sekolahan, instansi pemerintah, swasta, ataupun organisasi
kemasyarakatan berlomba-lomba mengadakan berbagai kegiatan untuk
memperingati Hari Kartini. Sebagai puncaknya di tanggal 21, kaum Hawa
mengenakan kain kebaya dan sanggul secara serempak.
Fenomena ini sudah menjadi tradisi
bertahun-tahun lamanya. Tak ada yang tak mengenal Kartini. Hampir
seluruh anak bangsa menjadikan Kartini sebagai satu-satunya pahlawan
tokoh pergerakan perempuan Indonesia. Sosoknya menjadi fenomenal,
menjadi ikon kemajuan perempuan Indonesia. Padahal kalau kita mau
melihat sejarah secara jujur , sebenarnya banyak sekali perempuan
Indonesia yang hebat, setara ataupun bahkan melebihi Kartini.
Jika Kartini dielu-elukan karena
pemikirinnya untuk mendirikan sekolah khusus perempuan. Maka Rohana
Kudus dari Sumatera Barat sudah selangkah lebih maju. Dia tak hanya
sebatas wacana seperti Kartini. Tapi sudah mewujudkan wacana tersebut
dalam bentuk konkret berupa Sekolah Kerajinan Amal Setia di tahun 1911.
Suatu sekolah khusus untuk kaum perempuan.
Sekolah Kartini berhasil didirikan tahun
1915, 11 tahun setelah wafatnya. Kartini belum berhasil mewujudkan
mimpinya semasa hidupnya. Kedua adiknyalah yaitu Kardinah & Rukmini
dibantu oleh TH Van Deventer serta JH.Abendanon yang mewujudkan
mimpi-mimpinya melalui Yayasan Kartini. Berbeda dengan Rohanna Kudus. Ia
berhasil mendirikan Sekolah Kerajinan Amal Setia di tahun 1911 ketika
berusia 27 tahun. Sebuah prestasi yang sangat fenomenal.
Rohanna Kudus adalah seorang jurnalis perempuan. Ia hidup sezaman dengan Kartini, usianya lebih muda lima tahun. Ketika Kartini mencetuskan ide-ide perjuangannya melalui korespondensi surat dengan para sahabat Belandanya, maka Rohanna mengeluarkan ide-ide perjuangannya melalui koran Soenting Melajoe yang dipimpinnya. Rohanna juga tercatat pernah memimpin surat kabar Perempuan Bergerak dan Cahaya Sumatra. Dialah jurnalis perempuan pertama di Indonesia.
Jika di Bukit Tinggi ada Rohanna Kudus,
maka di Bandung ada Dewi sartika. Ia berhasil mewujudkan cita-citanya
memajukan pendidikan kaum perempuan dengan mendirikan Sakola Kautamaan
Istri (Sekolah Keutamaan Perempuan) di tahun 1904 di kota Bandung.
Sekolah ini merupakan Sekolah Perempuan pertama di tanah Jawa, bahkan
Sekolah Perempuan pertama se-Hindia Belanda. Sekolah ini bediri di tahun
wafatnya Kartini. Sedangkan Sekolah Kartini yang dikelola oleh Yayasan
Kartini berdiri tahun 1915.
Di Sulawesi Selatan tercatat nama Siti Aisyah We Tenriolle,
seorang Ratu dari Kerajaan Tanette. Dialah Ratu perempuan terlama di
Indonesia (1855-1910). Siti Aisyah We Tenriolle adalah seorang ratu yang
cerdas. Tak hanya cakap di bidang pemerintahan, Ia juga berhasil
menyelamatkan sastra warisan dunia I La Galigo. Suatu epos terpanjang di dunia. I La Galigo adalah
suatu sajak maha besar, mencakup lebih dari 6.000 halaman folio. Setiap
halaman naskah tersebut terdiri dari 10-15 suku kata. Artinya cerita I La Galigo ditulis dalam sekitar 300.000 baris panjangnya. Satu setengah kali lebih panjang dari epos terbesar Anak Benua India, Mahabharata yang hanya terdiri dari 160.000-200.000 baris.
Di Aceh terdapat banyak sekali
perempuan-perempuan hebat nan heroik dalam melawan penjajah Portugis
maupun Belanda. Mereka terjun langsung dalam pertempuran sengit bahkan
menjabat sebagai panglimanya. Di kala perempuan-perempuan Indonesia
kebanyakan hanya aktif di sektor domestik, maka perempuan Aceh telah
melenggang ke ranah publik
Sebut saja Malahayati yang tercatat sebagai Laksamana Perempuan Pertama di dunia. Dialah yang memimpin armada perang Kesultanan Aceh menggempur armada-armada Portugis dan Belanda di Selat Malaka. Armadanya terdiri dari 100 buah kapal. Tiap kapal terdiri dari 400-500 pasukan. Nama Malahayati sangat ditakuti oleh Armada-armada Portugis, Belanda dan Inggris. Karena Malahayati lah yang berhasil membunuh Cornelis De Houtman di tahun 1599. Cornelis De Houtman adalah orang Belanda yang pertama kali menancapkan kuku imperialisme di Indonesia. Sungguh sangat sulit mencari perempuan segagah Malahayati di zaman sebelumnya atau sesudahnya.
Tak ada yang mengingkari bahwa Aceh
adalah gudangnya pahlawan perempuan. Tercatat nama-nama agung mujahidah
dari Aceh seperti Cut Nyak Dien, Cut Nyak Meutia, Teungku Fakinah, Pocut
Meurah Intan, Pocut Baren dan Cutpo Fathimah. Mereka mendedikasikan
seluruh hidupnya dalam perjuangan fie sabilillah mengusir kaum penjajah.
Sungguh Indonesia memiliki banyak sekali
tokoh pergerakan perempuan. Kebanyakan mereka adalah para muslimah taat.
Perjuangan mereka didasari keyakinan relijius, berjihad fie sabilillah
dalam rangka mengusir kaum penjajah. Tetapi sayang, sejarah tidak
mencatat mereka dengan tinta emas. Nama mereka tidak se abadi nama
Kartini. Nama mereka tidak pernah tercantum dalam buku-buku sejarah di
bangku sekolah. Akan lebih adil rasanya jika peringatan Hari Kartini
diganti dengan Hari Perempuan Indonesia.
So.. bagi Saya, tulisan di atas memberikan warna baru dalam membaca dan memahami sejarah serta dalam merefleksikan hari bersejarah. Semoga kita mau terus belajar membaca sejarah yang tidak hanya ada di bangku sekolah atau kuliah. Kemudian belajar tahap demi tahap menuliskan gagasan yang kita miliki. Seperti Kata Pramoedya Ananta Toer:
“Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak
menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis
adalah bekerja untuk keabadian.”
Tetap semangat pada garis perjuangan Kawan! :)
Oleh : Widi Astuti (Mushida Salatiga) : Penggemar Sejarah Islam, terutama tokoh pergerakan perempuan Islam di Indonesia. Tulisannya bisa dilihat di widi80.blogdetik.com
_______________
*Gambar Rohana Kudus dari wikipedia, gambar Siti Aisyah We Tenriolle dari kabarmakasar.com
*Sumber: https://serbasejarah.wordpress.com/2013/04/08/tak-hanya-kartini/
Komentar
Posting Komentar